Tema : “Terima Kasih Guruku”
Sebelum itu saya ingin mengenang jasa – jasa guru saya dalam sebuah nyanyian yang berjudul “ Terima Kasih Guruku”...
Terima kasihku . . ku ucapkan ...
Pada guruku yang luhur
Ilmu yang berguna ...
Selalu dilimpahkan
Tukku .. bekalku nanti..
Setiap hariku dibimbingnya...
Agar tumbuhlah bakatku...
Kan ku ingat selalu ..
Nasehat Guruku
Terima Kasih ku
Ku ucapkan ...
Terima Kasih Guruku, Ibuku ...
Jauh di Negeri Gingseng, Korea, hujan dan badai menemani rembulan pada malam hari di sebuah desa terpencil yang bernama desa Ge-oum. Jalan di desa tersebut tampak begitu sepi, tak terlihat satu orang pun warga desa yang keluar pada malam itu.
Terdengar suara petir yang menyambar – nyambar bagaikan sedang memarahi warga desa pada malam hari itu. Dari kilat yang datang menemani petir pada malam itu, terlihat ada sebuah rumah berlampu redup. Didalam rumah tersebut, terdengar suatu suara yang tak kalah kerasnya dengan suara petir yang datang pada malam itu. Suara tersebut ternyata berasal dari seorang ibu yang sedang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan anaknya. Dari suara yang terdengar, dapat dikatakan bahwa ibu itu pasti sangat merasakan kesakitan.
Sangat malang nasib si ibu yang bernama Jo-Enja, tak ada satu orang pun dirumah untuk membantunya karena sang suami telah pergi meninggalkannya untuk wanita lain. Semakin lama suara sang ibu semakin besar sampai – sampai bisa terdengar oleh warga desa lainnya, namun tak ada satu pun warga desa yang berani keluar karena ada badai pada malam itu.
Tiba – tiba terdengar suara langkah kaki nampaknya sedang terburu – buru. Suara langkah kaki itu ternyata berasal dari seorang wanita yang berlari – lari kecil untuk mendatangi rumah salah satu warga. Ternyata wanita itu ingin pergi ke rumah ibu Jo-Enja.
“Enja. . . Enja . . bertahanlah ! . .” kata wanita itu yang ternyata adalah teman dari ibu Jo-Enja.
Ternyata wanita itu adalah sahabat dari ibu Jo-Enja. Wanita itu bernama Jo-Eyah, dimana ia bekerja sebagai juru masak sekaligus tabib di Istana. Wanita itu ternyata sudah tahu bahwa sahabatnya, Jo Enja, akan melahirkan pada malam itu.
“Enja . . Enja . . Sadarlah !! . . Ayolah Enja . . Enja ini aku Jo-Eyah . . .kau dengar suaraku Enja ?? . .” Teriak wanita itu panik .
“Jo-Eyah . . kau datang ?? aku . . ak . . ku sudah tidak sangup Eyah !! . .”kata sang ibu pasrah.
“Tidak . . kau tidak boleh berkata begitu . . kau harus berjuang !! kau harus berjuang demi anakmu Jo-Enja !!! . . Dengar !! Tarik nafasmu dan hembuskan dengan pelan – pelan !! Ayo Jo-Enja !! Aku tahu kau bisa . .” Instruksi wanita itu kepada sang ibu .
Setelah beberapa lama, ibu Jo-Enja pun melahirkan anak perempuannya. Terdengar suara menangis sang bayi didesa itu seakan akan ikut meramaikan suasana badai pada malam hari itu. Sesaat setelah melahirkan anaknya, ibu Jo-Enja terlihat begitu lemah dan sulit untuk bernafas.
“Enja . . Enja . . ini anakmu . . anak perempuanmu . . kau sangat ingin melihatnya bukan ?. .” Tanya Jo-Eyah.
“Eyah . . terima kasih. . kau ada disampingku saat aku sangat membutuhkanmu . . aku sangat senang hari ini . . 2 orang yang sangat berarti bagiku , ada di saat akhir – akhir hidupku ini !! . .” Jawab ibu Jo-Enja.
“Enja !! apa yang sedang kau katakan ?? . . semua akan baik – baik saja ! ! . .” kata Jo-Eyah.
“Eyah . . aku ada suatu permintaan . . apakah kau mau mengabulkannya ?? . .” tanya ibu Jo-Enja dengan lesu dan tak bertenaga.
“Apa itu ??. .” tanya Jo-Eyah.
“Aku ingin kau menjaga anakku. . jagalah dia seperti anakmu sendiri. . dan aku mau kau menamai dia Jo-Jaeyah . . Aku mau dia menjadi sepertimu . .” kata ibu Jo-Enja sambil terbata – bata.
“Enja . . ingat kau akan baik – baik saja !! jadi jangan berkata seperti itu lagi !!” kata Jo- Eyah sambil menangis.
Namun apa mau dikata, terdengarnya suara bayi yang menangis dan diikuti oleh suara petir menjadi pertanda berakhirlah sudah hidup bu Jo- Enja. Suara menangis anak bu Jo-Enja seakan mengibaratkan kesedihan bayi itu saat ditinggalkan oleh ibu kandungnya untuk selama – lamanya. Tangis dan haru sangat terlihat pada malam hari itu, bahkan petir dan badai seakan – akan ikut bersedih atas meninggalnya ibu Jo-Enja.
Tahun berganti tahun , tak terasa sudah 15 tahun berlalu semenjak kematian ibu Jo-Enja. Jo-Eyah menepati janjinya pada sahabatnya, Jo-Enja , untuk menjaga anak perempuan sahabatnya itu dengan baik. Jo-Jaeyah tumbuh sebagai anak perempuan yang baik, cantik, dan juga cerdas.
Namun, Jo-Eyah tidak mengatakan pada Jo-Jaeyah bahwa ibu kandungnya telah meninggal. Ia mengatakan bahwa ibunya pergi ke negeri yang jauh tapi ia tidak pernah mengatakan pada Jo- Jaeyah alasan ibunya pergi jauh. Karena itu Jo-Jaeyah selalu mengganggap bahwa ia adalah anak yang terbuang karena ibunya saja tidak mau menemuinya. Jo-Eyah juga selalu mengatakan pada Jo-Jaeyah untuk memanggil ia “Guru”.
Jo-Jaeyah dilatih oleh Jo-Eyah untuk menjadi ahli masak sekaligus tabib seperti pribadi dari Jo-Eyah. Jo-Jaeyah dilatih setiap hari , selalu datang ke istana untuk bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan istana. Namun kelihatannya Jo-Jaeyah tidak tertarik pada kehidupan di istana. Ia selalu melakukan kesalahan saat belajar. Ia tidak dapat menghafalkan nama – nama makanan dan juga jenis – jenis obat. Hal ini membuat Jo-Eyah menjadi sangat tegas padanya.
“Guru, aku tidak bisa melakukan ini semua . . Aku tidak mau lagi melakukan semua ini . .” kata Jo-Jaeyah.
“Apa yang kau katakan ?? Setelah semua yang telah aku lakukan, kau hanya dapat membalas seperti ini saja ?? . .” Tanya Jo-Eyah.
“Guru . . aku tidd . . .”jawab Jo-Jaeyah belum selesai.
“Sudahlah pergi tidur karena besok pagi – pagi sekali kita harus pergi untuk mencari daun obat – obatan untuk membuat ramuan obat raja ! . .”kata Jo-Eyah.
Jo-Jaeyah pun pergi tidur, namun ternyata ada kebiasaan Jo-Jaeyah yang selalu ia lakukan setiap malam hari. Diam – diam ia berlatih tari dikamarnya. Tampaknya Jo-Jaeyah mempunyai hobi menari karena gerakan – gerakan tari yang ia lakukan sangat bagus dan juga cantik. Ia dapat mengatur langkah – langkah tari dan juga nafasnya dengan baik. Ia berlatih tari hampir setiap hari karena sebentar lagi akan diadakan festival tari di istana. Ia ingin sekali membuat bangga gurunya itu dengan usahanya sendiri. Setelah berlatih tari dikamarnya dengan sangat hati – hati supaya tidak diketahui oleh gurunya, ia pun tidur.
Keesokkan harinya , ibu Jo-Eyah dan Jo-Jaeyah pergi ke hutan mencari daun obat – obatan untuk membuat ramuan bagi raja. Mereka terus mencari dan terus mencari obat – obatan tersebut, sampai akhirnya mereka menemukan jamur yang berbentuk sangat aneh. Ibu Jo-Eyah baru pertama kali menemukan dan melihat jamur tersebut. Untuk meneliti jamur itu, maka ibu Jo-Eyah mengambil sampel untuk diteliti. Setelah mereka selai mengambil daun – daun yang diperlukan , mereka berdua pun segera kembali ke istana.
Sesampainya di istana Ibu Jo-Eyah segera bersiap – siap membuat ramuan obat bagi raja karena sebentar lagi adalah waktu untuk raja minum obat. Karena terburu – buru ibu Jo-Eyah menaruh jamur yang ia temukan itu ke dalam ramuan itu.
Setelah semua sudah selesai maka ia pun menyajikan ramuan itu bagi raja. Tak disangkah setelah raja meminum ramuan itu, raja segera muntah dan keluarlah busa dari mulut raja. Setiap orang menjadi panik, dan sesegera memanggil tabib pribadi raja untuk memeriksa raja. Ternyata tabib mengatakan bahwa raja keracunan. Setelah mendengar vonis tabib atas sakit yang diderita raja, sesegera pengawal istana memanggil juru masak bagi raja juga juru obat yang menyajikan semua makanan dan minuman bagi raja pada saat itu. Dan ternyata ibu Jo-Eyah termasuk dalam salah satu orang yang dipanggil oleh pengawal istana.
Setelah diperiksa Juru obat kerajaan dinyatakan oleh kepala pengawal dan akan dihukum mati sebagai hukumannya. Hal ini membuat ibu Jo-Eyah sangat kaget dan sedih sehingga ia tidak mau mengatakan pada Jo-Jaeyah mengenai hal ini. Akan tetapi, berita mengenai hal tersebut sungguh sangat cepat tersebar di lingkungan istana. Dan akhirnya Jo-Jaeyah pun tahu mengenai hal tersebut. Jo-Jaeyah sangat sedih mendengar hal tersebut karena ia mengingat hanya gurunya yang ia miliki di dunia ini dan gurunya pula yang telah membesarkan ia sampai ia tumbuh menjadi remaja yang cantik, menarik dan juga cerdas.
Setelah ia menangis semalaman, keesokkan harinya ia berencana untuk membuat ramuan untuk menetralisir racun yang diminum oleh raja. Walaupun tabib telah mengatakan bahwa raja tidak dapat disembuhkan lagi, tapi Jo-Jaeyah tidak putus asa. Bahkan ia rela tidak mengikuti festival tari yang telah ia persiapkan jauh hari sebelumnya untuk membuat ramuan penetralisir untuk raja.
“Aku harus membantu guru . . aku harus bisa menemukan penetralisir racun itu . .”kata Jo-Jaeyah.
Jo-Jaeyah terus membuka buku – buku obat yang ditulis oleh gurunya. Ia bahkan tidak pernah mengantuk saat membaca buku obat – obatan itu. Bahkan untuk pertama kalinya ia mengerti bacaan obat – obatan yang ditulis oleh gurunya.
Setelah seharian membaca dengan serius buku tersebut, Jo-Jaeyah segera pergi ke hutan untuk mengambil daun obat – obatan untuk meramu obat penetralisir bagi raja. Ia pergi ke suatu ruangan dimana merupakan tempat bagi Gurunya untuk meramu obat penetralisir bagi raja.
Setelah beberapa jam di ruangan tersebut, Jo-Jaeyah berhasil meracik ramuan penetralisir bagi raja. Ia pun pergi ke kediaman raja dan memberikan obat – obatan tersebut bagi raja. Sebelum diberikan pada raja, tabib istana memeriksa ramuan tersebut apakah ramuan itu baik diminum raja atau tidak. Setelah dilakukan pemeriksaan, tabib menyatakan bahwa ramuan tersebut baik untuk diminum oleh raja.
Setelah diminum oleh raja, ternyata kondisi kesehatan raja berangsur membaik. Hal ini membuat pihak kerajaan menjadi senang. Jo-Jaeyah tidak membuang kesempatan itu, dan meminta raja untuk membebaskan gurunya, Jo-Eyah. Permintaan Jo-Jaeyah pun dikabulkan oleh raja sebagai rasa terima kasih bagi raja.
Setelah mendapat perintah dari raja untuk membebaskan Jo-Eyah, para pengawal segera membebaskan raja. Jo- Jaeyah pun segera menemui Jo-Eyah . Mereka berdua saling melepaskan rindu satu sama lain.
Pada saat itu Jo-Eyah mengambil kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Jo-Jaeyah. Jo-Eyah mengatakan tentang ibu kandung dari Jo-Jaeyah yang sebenarnya. Ia mengatakan bahwa ibu kandung Jo-Jaeyah adalah teman baiknya sewaktu ia masih kecil.
Ibu dari Jo-Jaeyah sangat hebat dalam menari. Bahkan tariannya indah sekali. Karena tariannya itulah, ia hampir menjadi selir raja pada waktu itu. Namun ia memutuskan untuk segera keluar dari istana untuk menghindari pernikahan itu.
Jo-Eyah pun meminta maaf pada Jo-Jaeyah yang telah memaksanya untuk menjadi juru masak sekaligus tabib seperti dirinya. Ia mengatakan bahwa ia melakukan hal tersebut karena ia ingin melakukan pesan sahabatnya itu untuk menjadikan anak dari sahabatnya itu seperti dirinya.
Setelah mendengar cerita dari gurunya itu, Jo-Jaeyah merasa sangat terharu atas perhatian yang diberikan oleh sang guru kepadanya seperti anak kandung. Lalu Jo-Jaeyah meminta satu permintaan kepada gurunya. Jo-Eyah memohon supaya gurunya itu menganggap bahwa Jo-Jaeyah sebagai anaknya sendiri. Semenjak saat itu Jo-Jaeyah mengganggap gurunya, Jo-Eyah, sebagai ibunya. Dan semenjak itu pula Jo-Eyah tidak pernah lagi memaksa Jo-Jaeyah untuk belajar tentang obat – obatan ataupun resep – resep makanan. Namun justru sebaliknya Jo-Jaeyah semakin tertarik dengan ilmu – ilmu kedokteran dan juga pada masak – masakkan. Bahkan ia juga tidak meninggalkan bakat menarinya. Jo- Jaeyah tumbuh sebagai anak yang cerdas, menarik, dan canti. Jo-Jaeyah sangat berterima kasih pada gurunya itu. Ia selalu mengatakan “ Guruku, Ibuku, adalah Satu . . Terima kasih Semua . .”
No comments:
Post a Comment